3
Advertise With Us

Interested in advertising with us? Get in touch!

Advertise Here
Interested in advertising with us? Get in touch!

Rabu, 14 Juni 2023

Di ambang pintu aging: Kabar baik atau buruk?



 Di ambang pintu aging: Kabar baik atau buruk?

Oleh: Marpaleni

dimuat di Sriwijaya Post 14 Juni 2023


Sensus Penduduk (SP) menyingkap wajah kependudukan Indonesia. Dari sisi jumlah dan laju pertumbuhan, hingga perubahan struktur demografis.  

SP2020 mengabarkan, per September 2020 penduduk Indonesia mencapai 270 juta jiwa. Ini berarti, jumlah penduduk Indonesia bertambah 32,56 juta jiwa dari sensus sepuluh tahun sebelumnya.

Kabar lain yang dibawanya adalah soal pergeseran struktur demografis. Sekitar 26 juta penduduk Indonesia tahun 2020, berusia 60 tahun atau lebih. Ini berarti, proporsi penduduk lansia Indonesia sudah mencapai 9,8%. Sebagai perbandingan, pada tahun 1971 lansia di Indonesia mencapai 5,3 juta atau sekitar 4,5% dari total penduduk Indonesia saat itu. Hasil SP2020 menunjukkan, selama lima dasawarsa jumlah lansia melesat hingga lima kali lipat angka tahun 1971.  Juga semakin mendekati 10% total populasi.

Menurut UNFPA - United Nations Population Fund, ketika proporsi penduduk usia 60+ di suatu wilayah telah mencapai sepuluh persen atau lebih, maka wilayah tersebut disebut telah berada di era aging society. Ini berarti, saat ini penduduk Indonesia sedang berada di ambang era penduduk menua.

Era aging society merupakan fenomena global yang tidak dapat dihindari. Transisi demografis ini muncul sebagai akibat dari rendahnya mortalitas sementara fertilitas juga menurun. Selanjutnya, transformasi demografis ini menggeser struktur umur penduduk dan berujung pada perubahan wajah kependudukan Indonesia.

Pertanyaannya: pencapaian ini merupakan kabar baik ataukah buruk?

 

Patut Disyukuri

Peningkatan proporsi penduduk lansia sesungguhnya patut disyukuri. Terus bertambahnya lansia adalah refleksi penurunan tingkat kematian dan semakin panjangnya umur penduduk. Hal ini tentu mengindikasikan adanya perbaikan nutrisi, sanitasi, ekonomi, dan peningkatan fasilitas kesehatan.

Selain itu, peningkatan proporsi penduduk lansia juga tak lepas dari menurunnya angka kelahiran. Berkebalikan dengan proporsi lansia, proporsi penduduk balita Indonesia (0-4 tahun) terus menurun dari SP ke SP. Indikator ini mengindikasikan keberhasilan program Keluarga Berencana.

Kedepan, proporsi penduduk lansia diprediksi akan terus bertambah, seiring meningkatnya angka harapan hidup (AHH). SP1971 menunjukkan: AHH penduduk Indonesia sebesar 47,7 tahun. Artinya, bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1971 (periode 1967-1969) akan hidup hingga 47 atau 48 tahun. Lima dasawarsa kemudian, SP2010 mencatat, bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 2010 mempunyai usia harapan hidup lebih panjang yakni 69,43 tahun.

Namun, perlu diingat. Karakterisik penduduk lansia berbeda dengan penduduk muda. Sejalan pertambahan usia, kemampuan fisik dan non fisik penduduk usia balita dan remaja biasanya juga meningkat. Sebaliknya terjadi pada penduduk lansia.

Penuaan lansia biasanya diikuti dengan penurunan kemampuan fisik dan kognitif. Kondisi ini membuat lansia berisiko terjebak dalam berbagai persoalan kesehatan. Berdasarkan data Susenas Maret 2020, 48,14% lansia di Indonesia memiliki keluhan kesehatan selama sebulan terakhir. Menunjukkan bahwa lansia rentan menjadi kurang produktif bahkan berisiko kehilangan pendapatan.

Longevity Dividend

Jika tangguh, sehat dan tetap produktif, peningkatan penduduk lansia sesungguhnya berpotensi memberikan benefit. Salah satunya adalah bonus demografi kedua.

Terkait bonus demografi, pembahasannya saat ini lebih ditujukan pada bonus demografi pertama. Bonus ini dimaknai sebagai potensi ekonomi yang muncul saat struktur kependudukan didominasi penduduk usia produktif (15-64 tahun) dan persentase tanggungan tua dan muda menurun.

Sehubungan bonus demografi pertama, pemerhati masalah kependudukan sering menghubungkannya dengan istilah window of opportunity atau jendela peluang. Ini adalah suatu masa ketika angka ketergantungan berada di titik terendah. Momentum ini hanya terjadi dalam waktu singkat dan menghadirkan dua pilihan: digenggam untuk dimanfaatkan secara maksimal atau hilang. 

Saat penduduk usia produktif berlimpah, ekonomi diharapkan makin menggeliat. Akibatnya, pendapatan per kapita pun meningkat. Demikian juga penerimaan pajak pemerintah sebagai akibat dari peningkatan aktivitas ekonomi tersebut.

Tentu saja, bonus ini tidak muncul secara otomatis. Karunia ini hadir jika limpahan penduduk produktif dimanfaatkan secara maksimal dalam kegiatan ekonomi dan investasi. Menggapainya membutuhkan keberadaan institusi ekonomi dan kebijakan yang mampu menterjemahkan perubahan struktur kependudukan tersebut menjadi pertumbuhan ekonomi.

Agar bonus demografi pertama dapat diraih, diperlukan kebijakan-kebijakan yang mendorong terciptanya sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan dapat terserap di pasar kerja. Selain itu diperlukan juga upaya-upaya promotif yang mendorong SDM usia produktif untuk menabung dan berinvestasi agar mapan dan mandiri.

Seiring peningkatan populasi penduduk tua di seluruh dunia, ahli demografi mengemukakan bahwa bonus demografi kedua, yaitu “Longevity Dividend” atau "Deviden Umur Panjang", mungkin saja terjadi. Bonus demografi kedua dideskripsikan sebagai anugerah ekonomi yang mungkin diperoleh saat lansia semakin banyak, namun penduduk usia lanjut ini masih produktif dan bisa berkontribusi dalam perekonomian. Dengan kata lain, Longeviti Dividend adalah deviden yang diperoleh dengan memaksimalkan kontribusi dari populasi lansia yang berpendidikan, aman, dan sehat dan aktif secara sosial dan ekonomi.

Namun demikian, seperti halnya bonus demografi pertama, bonus demografi kedua juga tidak terjadi secara otomatis. Mewujudkannya memerlukan usaha serius dan sungguh-sungguh.

Tantangan Menuju Penuaan yang Berhasil

Kontribusi lansia kepada masyarakat sesungguhnya sangat berharga. Walau memang terkadang, kontribusi — seperti mengasuh, menjadi sukarelawan, atau meneruskan tradisi budaya kepada generasi penerus, seringkali tidak dapat diukur secara ekonomi. Jangan lupakan juga bahwa orang yang lebih tua sering berperan sebagai pemimpin yang tangguh, misalnya dalam menyelesaikan konfik keluarga, dalam komunitas dan bahkan dalam situasi darurat.

Saat ini Indonesia masih berada dalam masa-masa pemanfaatan bonus demografi pertama. Namun, tak lama lagi penduduk yang saat ini berada dalam kategori produktif akan memasuki usia 60 tahun keatas dan pensiun. Jika dipersiapkan sejak dini dengan didukung kebijakan pembangunan yang mempertimbangkan dinamika perkembangan kependudukan, penuaan penduduk berpeluang memberikan bonus demografi kedua.

Menjaga agar bonus demografi kedua dapat diraih di Indonesia bukan perkara mudah.  Data Sakernas menunjukkan, mayoritas penduduk usia produktif di Indonesia masih berpendidikan rendah, bekerja di sektor informal dan memiliki pendapatan rendah. Perpaduan kondisi tersebut menyulitkan penduduk yang saat ini termasuk kategori produktif untuk menabung sebagai persiapan jelang pensiun.

Mempersiapkan lansia berpendidikan tinggi yang sehat dan produktif di masa depan, perlu dilakukan sedari sekarang. Salah satunya adalah dengan  memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mengenyam pendidikan tinggi dan mengembangkan kompetensi profesional. Termasuk kaum perempuan.

Selain didorong untuk meningkatkan pendidikan, perempuan juga perlu dimotivasi agar bisa memasuki pasar kerja.  SP2020 menyebut mayoritas penduduk Indonesia berjenis kelamin laki-laki. Namun, data menurut kelompok umur menunjukkan: semakin tua lansia, perempuan semakin mendominasi. Pada tahun 2020, rasio jenis kelamin Indonesia sebesar 104. Sementara sex ratio penduduk 60+ sebesar 94. Rasio jenis kelamin pada kelompok umur tertua (75 plus) adalah sebesar 79. Artinya, pada kelompok umur 75 keatas, dari 100 lansia perempuan terdapat 79 lansia laki-laki. Memfasilitasi perempuan untuk memasuki lapangan kerja di masa kini, akan berkontribusi positif di era penduduk tua nantinya.

Hal krusial lainnya adalah intervensi di bidang kesehatan dan sosial kemasyarakatan, seperti menyiapkan sistem jaminan kesehatan dan sosial untuk lansia bisa tetap produktif dan tidak menjadi beban pembiayaan kesehatan. Sistem ini perlu dipersiapkan dengan hati-hati, sehingga menjangkau seluruh lansia yang membutuhkannya tanpa diskriminasi.

Selain itu, diperlukan juga pembangunan kawasan ramah lansia seperti, ruang terbuka, transportasi, lingkungan perumahan, dan lain-lain.

Perlu juga dicatat bahwa, mempersiapkan SDM agar berkembang menuju penuaan yang sukses memerlukan bantuan dari seluruh pihak. Baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha maupun seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat perlu disiapkan sedari sekarang agar bisa menjadi kelompok yang siaga mendampingi para lansia.

Saat ini, penuaan penduduk Indonesia adalah sebuah fenomena demografis yang sedang menanti di depan mata.  Mau tidak mau, kita harus menghadapinya. Bersamanya, ada tantangan. Menyambutnya, perlu persiapan.  Mengutip Betty Friedan, “aging is not lost youth but a new stage of opportunity and strength”.

Jadi, apakah transisi menuju penduduk menua ini merupakan kabar baik ataukah buruk? Jawabannya bergantung pada kesiapan kita memitigasi setiap risiko yang menyertainya.


 

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox
Interested in advertising with us? Get in touch!